Minggu, 30 Mei 2010

Jangan Mempersulit Sesama Muslim

Penulis: Akhwat Tangguh

Berawal dari hal yang sangat sederhana, hanya karena mempersulit, berbelit-belit, atau mungkin hanya iseng untuk mengerjai seseorang, teman atau kerabat, akan tetapi sadarilah, hal yang diakibatkan oleh ulah kita tersebut insya Allah dapat mengakibatkan malapetaka yang amat panjang atau pedih atau bencana yang tak terkira kepada kita.

Bagaimana bisa, seseorang yang mengaku melakukan segala sesuatu untuk mencari ridha Allah swt., menjalani hidup ini dengan ikhlas, bukan muslim yang abal-abal (Islam ktp), tetapi tingkah laku dan perilakunya tidak menggambarkan wajah islam yang hadir di dalam kehidupannya. Memang dari segi moral tidak melakukan dosa-dosa besar, atau perbuatan yang terlarang dalam Islam, tetapi memiliki kebiasaan untuk mempersulit siapa saja yang ditemuinya.

QS. al-Lail : 92
1. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
2. dan siang apabila terang benderang,
3. dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
5. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
7. maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
9. serta mendustakan pahala yang terbaik,
10. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
12. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,
13. dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.
14. Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
17. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
19. padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,
20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.

Sumber : http://e-quran.sourceforge.net/chapter/092.html

Dari terjemahan surat al-Lail di atas minimal kita diingatkan, untuk tidak hanya mencegah kemungkaran, akan tetapi kita juga harus berbuat baik terhadap sesama. Hubungannya bukan antara manusia dengan Tuhannya secara langsung, melainkan hubungan antar sesama manusia, manusia dengan manusia, kita dengan saudara kita, kita dengan teman kita, dengan tetangga kita, dengan orang lain yang sering berhubungan dengan kita.

Permasalahannya bila ada orang yang kita persulit merasa terdzalimi, buntutnya insya Allah tidak enak. Entah akan membuat dia memaki-maki (memancing orang lain emosi dan berbuat dosa kecil akibat ulah kita), sakit hati, benci dan memutuskan tali silaturahmi. Lebih berat lagi bila orang yang merasa terdzalimi tersebut mendoakan yang jelek-jelek untuk kita. Mungkin bila yang mendoakan cuma satu orang tidak masalah, tetapi bila lebih 5 orang, 10 orang atau bahkan 100 orang lebih, Subhanallah...
Doa orang yang terdzalimi atau doa orang yang teraniaya adalah doa yang mudah diijabah oleh Allah swt.

Hal itu terjadi tanpa kita ketahui. Bagaimana nasib kita kalau semua orang mendoakan yang jelek-jelek untuk kita, niscaya hidup kita ke depan akan runyam, banyak masalah yang tidak ketahuan ujung pangkalnya dan tidak tahu kapan berakhirnya.

[an-Nisa 4:85] Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Read More ..

Sabtu, 22 Mei 2010

Kesedihan Dunia

Oleh : Syaikh Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim

‘Ali bin Abi Thalib ra. menulis surat kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas ra. yang isinya, “Amma ba’du. Sesungguhnya seseorang merasa rugi dengan sesuatu yang hilang darinya, padahal hal itu tidak akan bisa ia dapatkan dan merasa bahagia dengan mendapatkan sesuatu yang pasti ia dapatkan. Maka berbahagialah dengan apa-apa yang aku ucapkan dari urusan akhirat dan menyesallah dari sesuatu yang hilang darimu akan urusan akhirat, janganlah terlalu bahagia dengan apa yang engkau dapatkan dari urusan dunia. Dan jadikanlah semua pikiranmu tertuju kepada sesuatu yang terjadi setelah kematian.”

Aku melihat pencari dunia, walaupun umurnya panjang,
dan mendapatkan kebahagiaan, juga kenikmatan darinya.

Bagaikan seorang tukang bangunan yang membangun,
setelah bangunan yang ia buat berdiri tegak, maka bangunan itu roboh. [1]

Sebab kegalauan hidup itu ada lima macam dan seyogyanya seseorang merasakan kegalauan karena kelima macam tersebut:

Pertama : Kegalauan karena dosa pada masa lampau, karena dia telah melakukan sebuah perbuatan dosa sedangkan dia tidak tahu apakah dosa tersebut diampuni atau tidak? Dalam keadaan tersebut dia harus selalu merasakan kegalauan dan sibuk karenanya.

Kedua : Dia telah melakukan kebaikan, tetapi dia tidak tahu apakah kebaikan tersebut diterima atau tidak.

Ketiga : Dia mengetahui kehidupannya yang telah lalu dan apa yang terjadi kepadanya, tetapi dia tidak mengetahui apa yang akan menimpanya pada masa mendatang.

Keempat : Dia mengetahui bahwa Allah menyiapkan dua tempat untuk manusia pada hari Kiamat, tetapi dia tidak mengetahui ke manakah dia akan kembali (apakah ke Surga atau ke Neraka)?

Kelima : Dia tidak tahu apakah Allah ridha kepadanya atau membencinya?

Siapa yang merasa galau dengan lima hal di atas dalam kehidupannya, maka tidak ada kesempatan baginya untuk tertawa. [2]

Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Berapa jarak antara kalian dengan mereka (orang-orang shalih)? Dunia datang kepada mereka, tetapi mereka meninggalkannya, dan dunia meninggalkan kalian, tetapi kalian terus mengejarnya.” [3]

Seakan-akan engkau tidak mendengar berita orang-orang terdahulu, dan tidak melihat apa yang dilakukan oleh zaman terhadap mereka yang ada. Jika engkau tidak tahu, maka itu semua adalah rumah-rumah mereka, yang dihancurkan oleh angin dan hujan.

Demikianlah mereka semua telah berlalu dan orang yang ada sekarang ini, berlalu sehingga mereka semua kelak dikumpulkan. Sampai kapan engkau tidak bangkit sedangkan waktu yang ditentukan telah dekat dan sampai kapan bendungan di dalam hatimu tidak terbelah.

Sungguh engkau akan bangkit ketika semua penutup telah terbuka dan engkau akan mengingat kata-kataku ketika tidak bermanfaat lagi apa yang engkau ingat.

Abu Dzarr al-Ghifari ra. berdiri di dekat Ka’bah dan berkata, “Wahai manusia, aku adalah Jundub al-Ghifari, marilah kita menuju saudara kita yang selalu memberikan nasihat.” Lalu yang lainnya berkerumun mengelilinginya, beliau berkata, “Bagaimana pendapat kalian jika hendak melakukan perjalanan, bukankah dia akan menyiapkan perbekalan dan segala sesuatu yang dibutuhkannya?” Mereka semua menjawab, “Tentu saja.” Lalu dia berkata lagi, “Sesungguhnya perjalanan menuju akhirat adalah lebih jauh, maka ambillah segala sesuatu yang kalian butuhkan!” Mereka semua bertanya, “Apa yang kami butuhkan itu?” Beliau berkata, “Lakukanlah haji sebagai persiapan untuk masalah-masalah yang sangat besar. Berpuasalah pada suatu hari yang sangat panas sebagai bekal untuk hari di mana semua manusia dikumpulkan. Lakukanlah shalat dua raka’at di malam yang gelap sebagai persiapan bagi ketakutan di dalam kubur, sebuah kalimat yang baik engkau katakan atau diam untuk tidak mengungkapkan kata-kata yang jelek sebagai bekal bagi hari yang sangat agung, bershadaqahlah dengan hartamu agar engkau selamat pada hari yang penuh dengan kesulitan, jadikanlah dunia menjadi dua majelis: satu majelis untuk mencari yang halal (rizki) dan satu majelis untuk mencari kebahagiaan di akhirat, sedangkan yang ketiganya akan mencelakakanmu dan tidak bermanfaat bagimu. Bagilah harta itu menjadi dua dirham, satu dirham dinafkahkan untuk keluarga dan satu dirham lainnya engkau persembahkan untuk akhirat.”

Lihatlah orang yang mendapatkan dunia dan per-hiasannya,
apakah dia pergi dengan membawa selain amal dan kafan.

Al-Hasan al-Bashri, kehidupannya sangat berbeda dengan kehidupan kita, beliau rahimahullah berkata, “Aku mendapati suatu kaum (para Sahabat Nabi) dan bersanding dengan beberapa orang dari mereka, mereka sama sekali tidak merasa senang dengan dunia yang didapatkan dan sama sekali tidak mengejar dunia yang lari dari mereka. Dunia di mata mereka lebih hina daripada tanah, bahkan salah satu di antara me-reka hidup selama lima puluh tahun atau enam puluh tahun. Akan tetapi ia tidak pernah memiliki pakaian yang cukup dan tidak pernah memiliki tungku yang baik, ia sama sekali tidak membuat penghalang antara tanah dengan dirinya dan tidak pernah memerintahkan orang yang ada di rumahnya untuk membuat sebuah makanan baginya. Tetapi ketika malam tiba, mereka menancapkan kedua kaki dengan berdiri dan menghamparkan wajah-wajah mereka untuk bersujud, air mata berlinang, mengalir di garis wajah mereka dengan bermunajat kepada Rabb dalam kebebasan mereka. Jika mereka melakukan suatu kebaikan, maka mereka selalu mensyukurinya dan memohon kepada Allah agar amal itu diterima. Dan jika mereka melakukan kejelekan, maka perasaan sedih selalu menghantui dan mereka pun terus memohon kepada Allah agar diampuni. Demi Allah, mereka sama sekali tidak akan selamat dari dosa kecuali dengan ampunan Allah sebagai kasih-sayang dan karunia bagi mereka.”[4]

Di manakah kita di antara mereka?!
Engkau menyambungkan dosa dengan dosa dan berharap mendapatkan,
Surga dan kebahagiaan ahli ibadah dengannya.
Dan engkau lupa sesungguhnya Allah mengeluarkan Adam,
darinya menuju dunia hanya karena satu kesalahan (dosa).

Kita mencari kenikmatan dan kebahagiaan dengan menjauhi segala kekeruhan.

Inilah keadaan kita, adapun keadaan Abud Darda’ sebagaimana yang digambarkan oleh beliau dalam ungkapannya, “Aku mencintai kefakiran karena kerendahan hatiku kepada Allah, aku mencintai kematian karena kerinduanku kepada-Nya, dan aku mencintai kondisiku dalam keadaan sakit sebagai penghapus atas dosa-dosaku.”[5]

Manusia memiliki ketamakan terhadap dunia dengan rencananya,
sedangkan kejernihannya telah tercampur dengan kekeruhan.
Setelah dunia itu dibagikan, sebenarnya mereka sama sekali tidak dikaruniai rizki karena akal mereka, akan tetapi mereka dikaruniai dengan takdir Allah.

Berapa banyak orang yang beradab lagi cerdas tetapi dunia tidak memihak kepadanya
dan berapa banyak orang bodoh yang mendapatkan dunia hanya dengan kelalaian.
Seandainya dunia itu didapatkan dengan kekuatan atau dengan menggulingkan,
niscaya elang akan terbang dengan membawa makanan burung pipit. [6]

Dunia walaupun dia adalah sesuatu yang sangat hina, hanya saja dia adalah sebuah lorong perjalanan menuju akhirat dan sebuah jembatan menuju dua tempat, Surga atau Neraka. Marilah kita melihat satu lorong yang mengantarkan seseorang menuju Surga, yaitu amal (shalih) di dunia.

Rasulullah saw. bersabda:
“Seseorang dari kalangan sebelum kalian dihisab akan tetapi tidak didapat darinya satu kebaikan pun hanya saja dia adalah orang yang selalu bergaul dengan selainnya yang ada dalam keadaan sulit, dia memerintahkan anak mudanya untuk membayarkan hutang orang yang sulit tadi. Allah swt. berfirman, ‘Aku sebenarnya lebih berhak untuk melakukannya, maka ampunilah ia.’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dengan lafazh milik Muslim]

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Amal yang paling sulit adalah tiga macam: berderma dalam keadaan sulit, wara’ dalam keadaan menyendiri dan sebuah ungkapan yang hak di hadapan orang yang diharapkan dan orang yang ditakuti.”[7]

Al-Hasan rahimahullah berkata, “Esok hari setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi beban fikirannya dan setiap orang yang memikirkan sesuatu, maka dia akan banyak mengingatnya. Sesungguhnya tidak ada dunia bagi orang yang tidak memikirkan akhirat. Dan siapa saja yang lebih mementingkan dunia daripada akhirat, maka dia tidak akan mendapatkan dunia dan akhirat.”[8]

[Disalin dari kitab Ad-Dun-yaa Zhillun Zaa-il, Penulis ‘Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Edisi Indonesia Menyikapi Kehidupan Dunia Negeri Ujian Penuh Cobaan, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir. Dipublikasikan oleh www.almanhaj.or.id]

Footnotes
[1]. Irsyaadil ‘Ibaad, hal. 120.
[2]. Tanbiihul Ghaafiliin (I/213).
[3]. Shifatush Shafwah (III/90) dan as-Siyar (V/61).
[4]. Al-Ihyaa’ (IV/239).
[5]. Az-Zuhd, hal. 217.
[6]. Taariikhul Khulafaa’, hal. 171.
[7]. Shifatush Shafwah (II/251).
[8]. Hilyatul Auliyaa’, hal. 144
Read More ..

Sabtu, 08 Mei 2010

Dua Syarat Diterimanya Ibadah

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:
1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan Nabi Muhammad saw.

Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Berikut bukti-bukti dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Perkataan Sahabat.

Dalil Al Qur’an

Dalil dari dua syarat di atas disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya".” (QS. Al Kahfi: 110)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mengikuti syariat Allah (mengikuti petunjuk Rasulullah saw). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah saw.”[1]

Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan shawab (mengikuti ajaran Rasulullah saw).”

Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mengikuti ajaran Rasulullah saw, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran Rasulullah saw. namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan shawab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan shawab apabila mengikuti ajaran Rasulullah saw.”[2]

Dalil dari Al Hadits
Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khattab, Rasulullah saw bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita)”.[3]

Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[4]

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”[5]

Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhahir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.”[6]

Di kitab yang sama, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Suatu amalan tidak akan sempurna (tidak akan diterima) kecuali terpenuhi dua hal:

1. Amalan tersebut secara lahiriyah (zhahir) mengikuti ajaran Rasulullah saw. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Aisyah ‘Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.’
2. Amalan tersebut secara batininiyah diniatkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Umar ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat’.”[7]

Perkataan Sahabat
Para sahabat pun memiliki pemahaman bahwa ibadah semata-mata bukan hanya dengan niat ikhlas, namun juga harus ada tuntunan dari Rasulullah saw. Sebagai dalilnya, berikut dua atsar dari sahabat.

Pertama: Perkataan ‘Abdullah bin ‘Umar.

Abdullah bin ‘Umar ra. berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”[8]

Kedua: Kisah ‘Abdullah bin Mas’ud.

Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud ra. ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan,

فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.

“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian Beliau (Rasulullah saw) juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”

قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”[9]

Lihatlah kedua sahabat ini, yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud, meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mengikuti teladan Rasulullah saw.

Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah saw.

Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw., Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belum cukup.”

Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan
1. Tidak memahami dalil dengan benar.
2. Tidak mengetahui tujuan syari’at.
3. Menganggap suatu amalan baik dengan akal semata.
4. Mengikuti hawa nafsu semata ketika beramal.
5. Berbicara tentang agama tanpa ilmu dan dalil.
6. Tidak mengetahui manakah hadits shahih dan dha’if (lemah), mana yang bisa diterima dan tidak.
7. Mengikuti ayat-ayat dan hadits yang masih samar.
8. Memutuskan hukum dari suatu amalan dengan cara yang keliru, tanpa petunjuk dari syari’at.
9. Bersikap ghuluw (ekstrim) terhadap orang tertentu. Jadi apapun yang dikatakan panutannya (selain Rasulullah saw), ia pun ikuti walaupun itu keliru dan menyelisih dalil.[10]

Inilah di antara sebab munculnya berbagai macam amalan tanpa tuntunan (baca: bid’ah) di sekitar kita.

nb:
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 9/205, Muassasah Qurthubah.

[2] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rojab Al Hambali, Darul Muayyid, cetakan pertama, 1424 H.

[3] HR. Bukhari no. 6689 dan Muslim no. 1907.

[4] HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718.

[5] HR. Muslim no. 1718.

[6] Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77.

[7] Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 20.

[8] Diriwayatkan oleh Ibnu Battoh dalam Al Ibanah ‘an Ushulid Diyanah, 2/212/2 dan Al Lalika’i dalam As Sunnah (1/21/1) secara mauquf (sampai pada sahabat) dengan sanad yang shahih. Lihat Ahkamul Janaiz wa Bida’uha, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 285, Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1412 H.

[9] HR. Ad Darimi no. 204 (1/79). Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah (5/11) mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[10] Disarikan dari Al Bida’ Al Hauliyah, ‘Abdullah bin ‘Abdil ‘Aziz bin Ahmad At Tuwaijiri, hal. 37-68, Darul Fadhilah, cetakan pertama, 1421 H.
Read More ..

Senin, 03 Mei 2010

Hikmah Persahabatan

Rasulullah bersabda:
"Perbaguslah persahabatan dengan sahabatmu, niscaya kamu menjadi muslim."

"Allah adalah sahabat. Dia menyukai persahabatan dan mendorong persahabatan."

"Persahabatan merupakan sesuatu yang berkaitan dengan harga diri dan kehormatan. Bila persahabatan pergi, maka yang datang adalah rusaknya martabat dan juga kondisi, tidak ada yang membantu dan melindungi."

Imam Ali berkata:
"Sahabat Anda ada tiga dan musuh Anda ada tiga. Sahabat Anda adalah: sahabat Anda, sahabat dari sahabat Anda dan musuh dari musuh Anda. Dan musuh Anda adalah: musuh Anda, musuh sahabat Anda, dan sahabat musuh Anda."

"Cintailah sahabat Anda sampai ke suatu batas, karena mungkin ia akan berbalik menjadi musuh Anda di suatu hari. Dan bencilah musuh Anda hingga ke suatu batas karena mungkin kelak ia berbalik menjadi sahabat Anda."

"Seorang sahabat bukanlah (sesungguhnya) sahabat, kecuali apabila ia memberikan perlindungan kepada temannya dalam tiga kesempatan: dalam kesukaran, dalam ketidakhadirannya dan dalam kematiannya."

"Anda harus mengelak dari bersahabat dengan orang 'tolol' karena ia mungkin berniat untuk memberi manfaat kepada Anda tetapi ia merugikan Anda; Anda harus mengelak dari bersahabat dengan orang kikir karena ia akan melarikan diri dari Anda ketika Anda paling memerlukannya; Anda harus mengelak bersahabat dengan orang pendosa karena ia akan menjual Anda dengan cuma-cuma; dan Anda harus mengelak dari bersahabat dengan pembohong karena ia adalah seperti bayangan khayali, membuat Anda merasakan barang yang jauh seperti dekat dan barang yang dekat seperti jauh."
Read More ..

Minggu, 02 Mei 2010

Rahasia Iblis

Dari Muadz bin Jabal dari Ibu Abbas: Ketika kami sedang bersama Rasulullah saw. di kediaman seorang sahabat Anshar, terdengar panggilan seorang dari luar rumah: “Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku”. Rasulullah bersabda. “Tahukah kalian siapa yang memanggil?” Kami menjawab: “Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu”. Beliau melanjutkan, “Itu iblis, laknat Allah bersamanya.” Umar bin Khattab berkata: “Izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah”. Nabi menahannya: “Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik”.

Pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi. Iblis berkata: “Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin”, Rasulullah saw. lalu menjawab: “Salam hanya milik Allah swt., sebagai makhluk terlaknat, apa keperluanmu?”
Iblis menjawab: “Wahai Muhammad, aku datang kesini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa”.
“Siapa yang memaksamu?”
“Seorang malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata: Allah swt. memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri. Beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. Jawablah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin”.
“Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatupun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh”.

Orang yang Dibenci Iblis
Rasulullah saw. lalu bertanya kepada iblis: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?” iblis segera menjawab: “Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah makhluk Allah yang paling aku benci.”
“Siapa selanjutnya?” tanya Rasulullah.
“Pemuda yang bertaqwa memberikan dirinya mengabdi kepada Allah swt.”
“Lalu siapa lagi?”
“Orang alim dan wara’ (loyal).”
“Lalu siapa lagi?”
“Orang yang selalu bersuci.”
“Siapa lagi?”
“Seorang yang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain.”
“Apa tanda kesabarannya?”
“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang-orang yang sabar.”
“Selanjutnya apa?”
“Orang yang bersyukur.”
“Apa tanda kesyukurannya?”
“ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya.”
“Orang seperti Abu Bakar menurutmu?”
“Ia tidak menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.”
“Umar bin Khattab?”
“Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur.”
“Utsman bin Affan?”
“Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”
“Ali bin Abi Thalib?”
“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali Abi Thalib selalu berdzikir terhadap Allah SWT).

Amalan yang Dapat Menyakiti Iblis

“Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?”
“Aku merasa panas dingin dan gemetar,”
“Kenapa?”
“Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat.”
“Jika seorang umatku berpuasa?”
“Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka.”
“Jika ia berhaji?”
“Aku seperti orang gila.”
“Jika ia membaca Al-Qur’an?”
“Aku merasa meleleh laksana timah di atas api.”
“Jika ia bersedekah?”
“Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji.”
“Mengapa bisa begitu?”
“Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. Yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya.”
“Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?”
“Suara kuda perang di jalan Allah.”
“Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?”
“Taubat orang yang bertaubat.”
“Apa yang dapat membakar hatimu?”
“Istighfar di waktu siang dan malam.”
“Apa yang dapat mencoreng wajahmu?”
“Sedekah yang diam–diam.”
“Apa yang dapat merusak wajahmu?”
“Shalat fajar.”
“Apa yang dapat memukul kepalamu?”
“Shalat berjama’ah.”
“Apa yang paling mengganggumu?”
“Majelis para ulama.”
“Bagaimana cara makanmu?”
“Dengan tangan kiri dan jariku.”
“Dimanakah kau menaungi anak–anakmu di musim panas?”
“Di bawah kuku manusia.”

Manusia yang Menjadi Teman Iblis
Nabi lalu bertanya : “Siapa temanmu wahai Iblis?”
“Pemakan riba.”
“Siapa sahabatmu?”
“Pezina.”
“Siapa teman tidurmu?“
“Pemabuk. “
“Siapa utusanmu?”
“Tukang sihir.”
“Apa yang membuatmu gembira?”
“Bersumpah dengan cerai.”
“Siapa kekasihmu?”
“Orang yang meninggalkan shalat Jum’at.”
“Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?”
“Orang yang meninggalkan shalatnya dengan sengaja.”

Iblis Tidak Berdaya di Hadapan Orang yang Ikhlas
Rasulullah saw. lalu bersabda : “Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu”.
Iblis segera menimpali : “Tidak. Tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari akhir. Bagaimana kau bisa berbahagia dengan umatmu, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak bisa melihatku. Demi yang menciptakan diriku dan memberikanku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang bisa membaca dan tidak bisa membaca, yang durjana dan yang saleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas.”
“Siapa orang yang ikhlas menurutmu?”
“Tidaklah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat orang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku.”

Iblis Dibantu Oleh 70.000 Anak–Anaknya
Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku mempunyai 70.000 anak dan setiap anak memiliki 70.000 syaitan. Sebagian ada yang aku tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebagian untuk mengganggu anak–anak muda, sebagian untuk mengganggu orang tua, sebagian untuk mengganggu wanita tua, sebagian anakku juga aku tugaskan kepada para zahid. Aku punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada shalat berjama’ah. Tanpanya manusia tidak akan mengantuk pada waktu shalat berjama’ah.

Aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur hingga pahalanya terhapus.
Aku punya anak yang senang berada di lidah manusia. Jika seseorang melakukan kebajikan lalu ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus.
Pada setiap seseorang wanita yang berjalan, anakku dan syaitan duduk di pinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya.

Syaitan juga berkata, ”Keluarkan tanganmu”, lalu ia mengeluarkan tangannya lalu syaitan pun menghiasi kukunya. Mereka, anak –anakku selalu menyusup dan berubah ke satu kondisi ke kondisi lainnya, dari satu pintu ke pintu lainnya untuk menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka.
Akhirnya mereka menyembah Allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa.
Tahukah kamu, Muhammad? Bahwa ada rahib yang telah beribadah kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya sembuh seketika. Aku terus menggodanya hingga ia berzina, membunuh dan kufur.

Cara Iblis Menggoda
Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku?
Akulah makhluk pertama yang berdusta. Pendusta adalah sahabatku. Barang siapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku. Tahukah kau Muhammad? Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gosip) dan Namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab barang siapa membiasakan dengan kata-kata cerai, istrinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak-anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, Cerai.

Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka menunda-nunda shalat. Setiap ia hendak berdiri untuk shalat, aku bisikkan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia menundanya hingga ia melaksanakan shalat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya ke mukanya.

Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia shalat. Namun aku bisikkan ke telinganya lihat kiri dan kananmu, ia pun menoleh. Pada saat itu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku ucapkan ‘shalatmu tidak sah’. Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam shalatnya akan dipukul.
Jika ia shalat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. Iapun shalat seperti ayam yang mematuk beras.
Jika ia berhasil mengalahkanku dan ia shalat berjama’ah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkan sebelum imam. Kamu tahu bahwa melakukan itu batal shalatnya dan wajahnya akan dirubah menjadi wajah keledai.
Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam shalat. Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaitan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia. dan ia pun semakin taat padaku.
Kebahagiaan apa untukmu, sedangkan aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan shalat. Aku katakan padanya, “Kamu tidak wajib shalat, shalat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak. Jika kehidupanmu telah berubah baru kau shalat.

Ia pun mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan shalat maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan. Wahai Muhammad, apakah engkau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari Islam?”

10 Permintaan Iblis Kepada Allah swt.
“Berapa yang kau pinta dari Tuhanmu?”
“10 macam.”
“Apa saja?”
1. Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah berfirman, “Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. Dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan”(Qs Al Isra :64).
2. Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan bercampur dengan riba. Aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.
3. Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah. Maka syaitan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaitan.
4. Aku minta agar bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal.
5. Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.
6. Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku.
7. Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku.
8. Aku minta agar Allah memberikan saudaraku, maka ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku. Allah berfirman, “Orang–orang boros adalah saudara–saudara syaitan.”(Qs. Al – Isra:27).
9. Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku.
10. Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah menjawab, “silakan”, aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.

Iblis berkata: “Wahai Muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikkan dan menggoda.”
Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun. Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya Rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafirpun di muka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang telah ditentukan sengsara. Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.

Rasulullah SAW lalu membaca ayat: “Mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati oleh Allah SWT” (QS Hud : 118 – 119). Juga membaca, “Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku: (QS Al-Ahzab : 38). Iblis lalu berkata: “Wahai Rasul Allah takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para Nabi dan Rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin makhluk–makhluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. Aku si celaka yang terusir. Ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. Dan aku tak berbohong.”

Oleh : Abu Syauqi – Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Rumah Zakat Indonesia

Sumber : Kitab Sajaratul Kaun oleh Muhyidin Ibnu Arabi / Darul ‘Ilmi al – Munawar asy-Syamsiyah, Madinah.
Read More ..

Sabtu, 01 Mei 2010

Filosofi Shalat

Al-Qur'an banyak memuat perintah agar kita menegakkan shalat (“iqamat al-shalah”, yakni menjalankannya dengan penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa kebahagiaan kaum beriman adalah pertama-tama karena shalatnya yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan. (QS. Al-Mu’minun 23:1-2)
Sebuah hadits Nabi SAW menegaskan, “Yang pertama kali akan diperhitungkan tentang seorang hamba pada hari Kiamat ialah shalat: jika baik, maka baik pulalah seluruh amalnya; dan jika rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya.” Dan sabda beliau lagi, “Pangkal segala perkara ialah al-Islam (sikap pasrah kepada Allah), tiang penyangganya shalat, dan puncak tertingginya ialah perjuangan di jalan Allah.”

Karena demikian banyaknya penegasan-penegasan tentang pentingnya shalat , tentu sepatutnya kita memahami makna shalat itu sebaik mungkin. Bisa dikatakan shalat merupakan “kapsul” keseluruhan ajaran dan tujuan agama, yang di dalamnya termuat ekstrak atau sari pati semua bahan ajaran dan tujuan keagamaan. Dalam shalat itu kita mendapatkan keinsyafan akan tujuan akhir hidup kita, yaitu penghambaan diri (ibadah) kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan melalui shalat itu kita memperoleh pendidikan untuk komitmen kepada nilai-nilai hidup yang luhur. Dalam perkataan lain, nampak pada kita bahwa shalat mempunyai dua makna sekaligus: Makna Intrinsik, sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan Makna Instrumental, sebagai sarana pendidikan ke arah nilai-nilai luhur.

Makna Intrinsik Shalat (Arti Simbolik Takbirat al-Ihram)
Kedua makna itu, baik yang intrinsik maupun yang instrumental, dilambangkan dalam keseluruhan shalat, baik dalam unsur bacaannya maupun tingkah lakunya. Secara Ilmu Fiqih, shalat dirumuskan sebagai “Ibadah kepada Allah dan pengagungan-Nya dengan bacaan-bacaan dan tindakan-tindakan tertentu yang dibuka dengan Takbir (“Allahu Akbar“) dan ditutup dengan Taslim (“Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh“), dengan runtutan dan tertib tertentu yang diterapkan oleh agama Islam.

Takbir pembukaan shalat itu dinamakan “Takbir Ihram” (Takbiratul-ihram), yang mengandung arti “takbir yang mengharamkan”, yakni, mengharamkan segala tindakan dan tingkah laku yang tidak berkaitan dengan shalat sebagai momen menghadap Tuhan. Takbir pembukaan itu seakan suatu pernyataan formal seseorang untuk membuka hubungan pribadi dengan Tuhan (“hablum minallah“), dan mengharamkan atau memutuskan diri dari semua bentuk hubungan dengan sesama manusia (”hablum minannas”). Maka, makna intrinsik shalat yang disimbolkan dalam takbir pembukaan itu, melambangkan hubungan dengan Allah dan menghambakan diri kepada-Nya. Jika disebutkan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia oleh Allah agar mereka menghamba kepada-Nya, maka wujud simbolik terpenting penghambaan itu ialah shalat yang dibuka dengan takbir tersebut, sebagai ucapan pernyataan dimulainya sikap menghadap Allah.

Sikap menghadap Allah itu kemudian dikukuhkan dengan membaca doa pembukaan (doa al-Iftitah), yaitu bacaan yang artinya, “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi, secara hanif (kecenderungan suci kepada kebaikan dan kebenaran) lagi muslim (pasrah kepada Allah, Yang Maha Baik dan Benar itu), dan aku tidaklah termasuk mereka yang melakukan syirik.” Dilanjutkan dengan seruan, “Shalatku, darma baktiku, hidup dan matiku untuk Allah Penjaga seluruh alam raya; tiada sekutu bagi-Nya. Begitulah aku diperintahkan, dan aku termasuk mereka yang pasrah (muslim).”

Jadi, dalam shalat itu seseorang diharapkan hanya melakukan hubungan vertikal dengan Allah, dan tidak diperkenankan melakukan hubungan horizontal dengan sesama makhluk (kecuali dalam keadaan terpaksa). Inilah ide dasar dalam takbiratul ihram. Dalam literatur Islam Kejawen, shalat atau sembahyang dipandang sebagai “mati sajeroning hurip” (kematian dalam hidup), karena memang kematian adalah panutan hubungan horizontal sesama manusia guna memasuki alam akhirat yang merupakan “hari pembalasan” tanpa hubungan horizotal seperti pembelaan, perantaraan, ataupun tolong-menolong ( QS. al-Baqarah 2:48, 123 dan 254 ).
Read More ..

Dialog Dengan Allah di Malam Hari

Waktu yang terbaik untuk bermunajat kepada Allah adalah dikala malam telah larut. Ketika manusia dan makhluk lainnya terlelap dalam tidurnya. Kehidupan mulai lenggang. Di saat itu, bangunlah dan hadirkan hatimu dalam mengingat Allah. Resapilah kelemahanmu, dan hadirkan kebesaran-Nya. Nikmatilah kedamaian dan ketenangan ketika engkau mengingat-Nya. Engkau jadi gembira, karena nikmat dan rahmat-Nya. Tapi, engkaupun menangis, karena takut akan pengawasan-Nya. Engkau curahkan segala hajat dan beristighfar keharibaan-Nya, maka jadilah apa yang dikehendaki. Curahkanlah segala permohonanmu, baik duniawi maupun ukhrawi, hanya kepada-Nya.

Telah banyak ayat dan hadist yang menerangkan keutamaan waktu malam, dan mengisinya dengan ibadah. Para hamba Allah yang saleh pun selalu menganjurkan agar kita memanfaatkan waktu itu, untuk berpacu dalam amal saleh.

Para hamba Allah yang saleh, umumnya, tidak lagi merasakan capek akibat bangun dan salat malam itu. Bahkan mereka justru merasa puas dibuatnya.

Kaum salaf yang saleh, selalu berpendapat bahwa kenikmatan yang menyerupai kenikmatan di akhirat, yakni beribadah yang dilakukan di malam hari.

Dalam kitab al-Madkhal, Ibnul Haaj, merinci tentang manfaat dan faedah beribadah di malam hari, antara lain, dapat menggugurkan dosa sebagaimana angin kencang menggugurkan daun-daun kering dari dahan pohon. Juga “dapat menyinari hati, wajah selalu terlihat cerah ceria, menghilangkan rasa malas dan menumbuhkan kemauan keras.” Pada tempat-tempat orang beribadah di malam hari itu, terlihat oleh para Malaikat di langit, bagaikan bintang-bintang yang penuh cahaya.

Ada beberapa hal yang dapat membantu untuk gemar dan mudah bangun malam. Antara lain, ikhlaskan niat, pusatkan perhatian, perbaharui taubat, jauhi segala bentuk maksiat di siang hari dan tidur malam sedini mungkin. Lalu, mohonlah bantuan dan karunia dari Allah. Dan, berusaha keras mendekatkan diri pada Allah, pasti Allah akan membantunya.


A. Bangun Di Waktu Malam Menurut Al-Qur’an
“Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat).” (QS. Ali ‘Imran 3:113)

“(Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka”, (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali ‘Imran 3:16-17)

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu Mengangkat kamu ke Tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’ 17:78-79)

“Dan Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan 25:63-64)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah 32:15-17)

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? “ (QS. Az Zumar 39:9)

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Adz Dzariyat 51:15-17)

B. Bangun di Waktu Malam Menurut Hadist
“Pada setiap malam di sepertiga terakhir pada bagian malam, Allah turun ke langit dunia, dan berseru, “Siapa yang memanggil-Ku, maka Aku pun akan menyambutnya. Siapa yang memohon kepada-Ku, Aku pun mengabulkannya. Dan siapa yang memohon ampun, maka Aku pun mengampuninya.” Ucap Rasulullah saw. yang dituturkan kembali oleh Abu Hurairah ra. (HR Bukhari, Malik, Muslim dan Tirmidzi)

Menurut Abu Umamah, Rasulullah saw. suatu kali pernah ditanya seseorang tentang do’a yang mudah dikabulkan oleh Allah. “Do’a yang paling mudah dikabulkan ialah do’a yang dipanjatkan di tengah malam yang terakhir dan disetiap usai shalat wajib!” jawabnya. “Hadist ini hasan sahih,” ucap Tirmidzi, perawi hadist ini.

“Hendaklah kalian rajin bangun malam (bertahajud). Sebab hal itu telah menjadi kebiasaan para orang saleh sebelummu. Dan yang menyebabkan kau dekat dengan-Nya. Juga dihapuskannya dosa-dosa kalian, sekaligus penangkal segala penyakit yang berasal dari tubuh.” Sabda Rasulullah saw. yang ditiru kembali oleh Bilal ra. (HR. Tirmidzi)

“Rasulullah saw. tidak pernah meninggalkan shalat malam. Apabila beliau sedang sakit atau lelah, maka shalatnya dilakukan dengan duduk,” ucap Aisyah ra. (HR. Abu Daud)

Pernah diceritakan seorang sahabat pada Rasulullah saw., bahwa ada seseorang yang sepanjang malam tertidur pulas, dan tidak bangun untuk shalat. “Telinga orang itu telah dikencingi oleh setan.” Ucap Rasulullah saw. memberikan tanggapan. (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i)

“Sebaik-baiknya shalat setelah fardhu, adalah shalat malam (Tahajud).” Kata Abu Hurairah ra. (HR. Muslim)

Diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amru bin Ash ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Barangsiapa shalat malam dengan membaca sepuluh ayat Al-Qur’an, maka tidaklah ia akan dicatat sebagai orang-orang yang lupa. Barangsiapa yang shalat malam dengan membaca seratus ayat Al-Qur’an, maka dia dicatat sebagai kaum Qaanitiin (patuh), mereka yang gemar beribadah. Barangsiapa yang shalat malam dengan membaca seribu ayar Al-Qur’an, maka ia dicatat sebagai kamu Muqanthiriin, orang kaya yang gemar mensedekahkan hartanya (HR. Abu Daud). Menurut Abdullah bin Hubaisy Rasulullah saw. pernah ditanya, “Amalan apakah yang paling afdhol?” “Seafdhol-afdholnya amalan adalah berdiri panjang dalam shalat malam!” jawabnya.

Diriwayatkan oleh Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. shalat malam sebanyak sepuluh raka'at, ditambah satu raka'at shalat witir dan dua raka'at shalat sunnah al-Fajri. Semuanya tiga belas raka'at. (Hadist ini dikeluarkan oleh enam imam hadist, sedangkan lafadhnya diambil dari Muslim)
Read More ..
Edited by EXz
Visit Original Post Islamic2 Template