Rabu, 24 Maret 2010

Wasiat Umar Bin Dzar Tentang Renungan Mengenai Pemutus Kenikmatan

Oleh : Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali

Dari Nadhar bin Ismail yang berkata: Saya pernah mendengar Umar bin Dzar [1] berkata:
Kamu sekalian telah cukup mengerti tentang kematian, maka kamu menunggu-nunggu kedatangannya siang dan malam.

Mungkin kamu meninggal sebagai seorang yang sangat dicintai oleh keluarganya, dihormati oleh kerabatnya, dan dipatuhi oleh masyarakatnya, dipindahkan ke liang yang kering dan batu-batu cadas yang bisu. Tidak ada seorangpun dari keluarga yang bisa memberikan bantal, kecuali hanya menempatkannya di tengah kerumunan binatang serangga. Adapun bantal pada saat itu berupa amal perbuatannya.

Atau mungkin kamu meninggal sebagai orang yang malang dan terasing. Di dunia, ia telah ditimpa banyak kesedihan, usaha yang dilakukan sudah berkepanjangan, badan telah kepayahan, lantas kematian tiba-tiba menjemput sebelum ia meraih keinginannya.

Atau mungkin kamu adalah seorang anak yang masih disusui, orang yang sakit, atau orang yang tergadai dan tergila-gila dengan kejahatan. Mereka semua diundi dengan anak panah kematian.

Tidak adakah pelajaran yang bisa dipetik dari perkataan para juru nasihat?!

Sungguh, seringkali saya berkata: "Maha Suci Allah Jalla Jalaluhu. Dia telah memberi tempo kepada kamu sehingga seakan-akan menjadikan kamu lalai." Kemudian saya kembali melihat kepemaafan dan kekuasaan-Nya, lantas berkata: "Tidak, tetapi Dia mengakhirkan kita sampai pada batas ajal kita, sampai pada hari di mana mata menjadi terbelalak dan hati menjadi kering."

"Artinya : Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong." [Ibrahim : 43]

"Ya Rabbi, Engkau telah memberikan peringatan, maka hujjah-Mu telah tegak
atas hamba-hamba-Mu”

Kemudian ia membaca:

"Artinya : Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zhalim: "Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit." [Ibrahim : 44]

Kemudian ia berkata:

"Wahai pelaku kezhaliman! Sesungguhnya kamu sedang berada dalam masa penangguhan yang kamu minta itu, maka manfaatkanlah sebelum akhir masa itu tiba dan bersegeralah sebelum berlalu. Batas akhir penangguhan adalah ketika kamu menemui ajal, saat sang maut datang. Ketika itu tidak berguna lagi penyesalan.

Anak Adam ibarat papan yang dipasang sebagai sasaran dari panah kematian. Siapa yang dipanah dengan anak panah-anak panahnya, tidak akan meleset. Dan bila kematian itu telah menginginkan seseorang, maka tidak akan menimpa yang lain.

Ketahuilah, sesungguhnya kebaikan yang paling besar adalah kebaikan di akhirat yang abadi dan tidak berakhir, yang kekal dan tidak fana, yang terus berlanjut dan tak kenal putus.

Hamba-hamba yang dimuliakan bertempat tinggal di sisi Allah Ta'ala di tengah segala hal yang menyenangkan diri dan menyejukkan pandangan. Mereka saling mengunjungi, bertemu, dan bernostalgia tentang hari-hari mereka hidup di dunia.

Tentramlah kehidupan mereka. Mereka telah memperoleh apa yang mereka inginkan dan meraih apa yang mereka cari, karena keinginan mereka adalah berjumpa dengan majikan Yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi Anugerah. [2]


[Disalin ulang dari: "Wasiat Para Salaf", Penulis Syaikh Salim bin 'Ied Al Hilali, Penerjemah: Hawin Murtadho. Penerbit: At-Tibyan, Solo. Cetakan kedua: Juli 2000 M, hal.111-114]


Foot Note
[1]. Dia adalah Umar bin Dzar bin Abdillah bin Zaraqah Al-Hamdani Al-Murhabi, seorang tabi'it tabi'in yang tsiqah, wafat pada tahun 135 H. Riwayat hidupnya ada dalam "Tahdzibut Tahdzib" (VII:144), "Hilyatul Auliya" (V:108) dan lain-lain
[2]. Dikeluarkan oleh Abu Nu'aim dalam 'Al-Hilyah' (V:115-116)
www.almanhaj.or.id
Read More ..

Minggu, 21 Maret 2010

35 Amal Pelebur Dosa

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(Al-Imran: 133-134)

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.(Al-Imran: 135-136)

Ibnu katsir menyebutkan di tafsirnya bahwa Anas bin Malik berkata:”Telah sampai berita kepada saya bahwa iblis menangis saat ayat ini turun”

Imam Ahmad meriwayatkan di Musnadnya dari Abu Said dari Rasulullah saw berkata: “iblis berkata,’Wahai Rabbku demi kebesaranMu aku akan senantiasa menyesatkan hamba-hambaMu selama roh mereka berada di tubuh mereka’, maka Allah berfirman: “Demi kebesaran dan keagunganKu aku akan senantiasa mengampuni mereka selama mereka meminta ampunan kepada Ku”

Adapun hal-hal yang dapat meleburkan dosa diantaranya adalah:
1.Masuk Islam
2.Bertakwa kepada Allah SWT
3.Mengikuti Rasullullah saw
4.Takut kepada Allah
5.Menjauhi dosa-dosa besar
6.Iman dan amal sholeh
7.Beriman & berjihad dengan harta dan jiwa
8.Sedekah dan infak di jalan Allah SWT
9.Memaafkan orang lain dan berlapang dada
10.Menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari tengah jalan
11.Menyayangi binatang
12.Taubat
13.Istigfar
14.Pelaksanaan hukum Allah SWT
15.Musibah yang menimpa seorang muslim
16.Berwudhu
17.Berwudhu lalu melaksanakan sholat
18.Melangkakkan kaki untuk mengerjakan sholat
19.Sholat Fardhu
20.Menunggu waktu sholat
21.Mengucapkan “Rabbana walakal hamdu”
22.Mengucapkan “Amin” pada sholat Jamaah
23.Sujud
24.Sholat Jum’at dan bersiap-siap untuk melaksanakannya
25.Menjawab adzhan dan berdo’a setelahnya
26.Sedekah dan amar makruf nahi munkar
27.Puasa ramadhan
28.Sholat taraweh
29.Sholat pada malam Lailatul qadar
30.Haji
31.Umrah
32. Duduk di majlis dzikir
33.Mengucapkan “Laa illaah illallah”
34.Mengucapkan ”Subhanallah Wabihamdih”
35.Bertasbih

Fatin bin Abdul Aziz
35 Amal Pelebur Dosa
Darul Haq
Read More ..

Rabu, 17 Maret 2010

Menggunakan Kuburan Sebagai Masjid

Oleh Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
________________________________________

Ada beberapa hadist yang melarang mendirikan masjid diatas kuburan atau menguburkan mayit di dalam masjid serta larangan sholat di dalam masjid yang ada kuburnya :

a. Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Rasulullah saw bersabda ketika dalam keadaan sakit dan sesudah itu tidak bangun lagi: "Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara, karena mereka menggunakan kuburan nabi-nabi sebagai tempat shalat."

b. Dari Abu Haurairah ra, ia berkata, "Rasulullah saw bersabda: "Allah memerangi orang-orang Yahudi, karena mereka menggunakan kuburan para nabi-Nya sebagai tempat sholat." (HR Al Bukhary, Muslim,Abu Awanah, Abu Dawud, Ahmad, Abu Ya'la dan Ibnu Asakir)

c. Dari 'Aisyah dan Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah saw menjelang wafatnya, beliau menelung-kupkan ujung baju dari tenunan bulu ke wajah beliau. Beliau nampak sedih, lalu menyibak ujung baju dari wajah dan bersabda: "Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashara, karena mereka menggunakan kuburan para nabinya sebagai tempat sholat."

d. Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Ketika Rasulullah saw sakit, sebagian istri-istrinya menyebut-nyebut gereja-gereja di Habsyah yang bernama Maria. Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah datang kesana. Mereka menyebutkan tentang keindahan gereja itu dan hiasan-hiasannya. Rasulullah langsung mengangkat kepalanya seraya bersabda: "Mereka itu, apabila diantara mereka ada yang shaleh, maka mereka mendirikan tempat sholat di atas kuburannya, lalu mereka memasang gambar-gambar. Mereka itu adalah seburuk-buruk ciptaan di sisi Akkah (pada haria kiamat)." (HR. Bukhary, Muslim, An-Nasa'I, Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Awanah, al Baihaqy, Al Baghaway)

e. Dari Jundap bin Abdullah Al-Bajly, bahwa lima hari sebelum Nabi saw meninggal, ia mendengar beliau bersabda: "Aku mempunyai saudara dan teman-teman diantara kamu. Dan aku terbebas di hadapan Allah bahwa aku mempunyai seorang kesayangan di antara kamu. Sesungguhnya Allah telah mengambilku sebagai kesayangan-Nya sebagaimana Dia juga mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya. Andaikata aku mengambil dari umatku seorang kesayangan. Tentu aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kesayanganku. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang shaleh diantara mereka sebagai tempat sholat. Ketahuilah janganlah kamu mendirikan kuburan sebagai masjid. Aku melarang kamu sekalian dari perbuatan itu." (HR. Muslim, Abu Awanah, Ibnu Sa'ad).

f. Dari Al-Harits An-Najrany, ia berkata, "Aku mendengar Nabi saw bersabda lima hari sebelum meninggal: "Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shaleh diantara mereka sebagai tempat shalat. Ketahuilah janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Aku melarang kamu dari hal itu." (HR. Ibnu Abi Syaibah. Isnad shahih dan disyaratkan oleh Muslim).

g. Dari Abu Ubaidah bin Al Jarrah, berkata, "Ucapan terakhir yang disampaikan Nabi saw adalah: "Keluarkanlah orang-orang Jahudi penduduk Hijas dan Najran dari Jazirah Arab. Dan Ketahuilah bahwa orang yang paling buruk adalah mereka yang menjadikan kuburan para Nabinya sebagai tempat shalat." (HR. Ahmad, Ath Thahawi, Abu Ya'la, Ibnu Asakir. Sanadnya shahih).

h. Dari Zaid bin Tsabit, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Allah melaknat (dalam riwayat lain memerangi) orang-orang Yahudi, karena mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat shalat." (HR. Ahmad, orang-orang terpercaya selain Ibnu Abdurahman. Asy-Syukani mengatakan : "Orang-orangnya Jayyid.").

i. Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah saw bersabda: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai patung. Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat shalat." (HR. Ahmad, Ibnu Sa'd, Abu Ya'la, Abu Nu'aim. Sanadnya Shahih).

j. Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata, 'Aku berjumpa dengan Al Abbas, lalu ia berkata, "wahai Ali, pergilah bersama kami menemui Nabi saw. Siapa tahu kita mempunyai masalah. Dan kalau tidak beliau dapat berwasiat kepada manusia lewat kita. Maka kami menemui beliau. Sedang beliau terlentang seperti pingsan. Lalu beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: "Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat shalat."

k. Dari Ummahatul-Mukminin, bahwa para sahabat Rasulullah saw berkata, 'Bagaimanakah kita harus membangun kuburan Rasulullah saw ? Apakah kita menjadikannya sebagai masjid ? Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata: 'Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara, kerena menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat shalat."

Adapun Subhat yang Sering Kita Dengar : "Kuburan Nabi saw ada di dalam Masjid beliau, yang dapat disaksikan hingga saat ini. Kalau memang hal ini dilarang, lalu mengapa beliau dikuburkan disitu ?

Jawabannya: Keadaan yang kita saksikan pada jaman sekarang ini tidak seperti yang terjadi pada jaman sahabat. Setelah beliau wafat, mereka menguburkannya didalam biliknya yang letaknya bersebelahan dengan masjid, dipisahkan oleh dinding yang ada pintunya. Beliau biasa masuk masjid lewat pintu itu.
Hal ini telah disepakati oleh semua ulama, dan tidak ada pertentangan diantara mereka. Para sahabat mengubur jasad beliau didalam biliknya, agar nantinya orang-orang sesudah mereka tidak menggunakan kuburan beliau sebagai tempat untuk shalat, seperti yang sudah kita terangkan dalam hadits 'Aisyah dibagian muka. Tapi apa yang terjadi dikemudian hari di luar perhitungan mereka. Pada tahun 88 Hijriah, Al Walid bin Abdul Malik merehab masjid Nabi dan memperluas masjid hingga kekamar 'Aisyah. Berarti kuburan beliau masuk ke dalam area masjid. Sementara pada saat itu sudah tidak ada satu sahabatpun yang masih hidup, sehingga dapat menentang tindakan Al Walid ini seperti yang diragukan oleh sebagian manusia.
Al Hafizh Muhamad Abdul-Hady menjelaskan didalam bukunya Ash-Sharimul Manky: "Bilik Rasulullah masuk dalam masjid pada jaman Al Walid bin Abdul Malik, setelah semua sahabat beliau di Madinah meninggal. Sahabat terakhir yang meninggal adalah Jabir bin Abdullah. Ia meninggal pada jaman Abdul Malik, yang meninggal pada tahun 78 Hijriah. Sementara Al Walid menjadi khalifah pada tahun 86 Hijriah, dan meninggal pada tahun 96 Hijriah. Rehabilitasi masjid dan memasukkan bilik beliau kedalam masjid, dilakukan antara tahun-tahun itu.
Abu Zaid Umar bin Syabbah An Numairy berkata di dalam buku karangannya Akhbarul-Madinah: "Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Madinah pada tahun 91 Hijriah, ia meribohkan masjid lalu membangunnya lagi dengan menggunakan batu-batu yang diukir, atapnya terbuat dari jenis kayu yang bagus. Bilik istri-istri Nabi saw dirobohkan pula lalu dimasukkan kedalam masjid. Berarti kuburan beliau juga masuk kedalam masjid."
Dari penjelasan ini jelaslah sudah bahwa kuburan beliau masuk menjadi bagian dari masjid nabawi, ketika di Madinah sudah tidak ada seorang sahabatpun. Hal ini ternyata berlainan dengan tujuan saat mereka menguburkan jasad Rasulullah di dalam biliknya.
Maka setiap orang muslim yang mengetahui hakikat ini, tidak boleh berhujjah dengan sesuatu yang terjadi sesudah meninggalnya paraa sahabat. Sebab hal ini bertentangan dengan hadits-hadits shahih dan pengertian yang diserap para sahabat serta pendapat para imam. Hal ini juga bertentangan dengan apa yang dilakukan Umar dan Utsman ketika meluaskan masjid Nabawi tersebut. Mereka berdua tidak memasukkan kuburan beliau ke dalam masjid.
Maka dapat kita putuskan, perbuatan Al Walid adalah salah. Kalaupun ia terdesak untuk meluaskan masjid Nabawi, toh ia bisa meluaskan dari sisi lain sehingga tidak mengusik kuburan beliau. Umat bin Khattab pernah mengisyaratkan segi kesalahan semacam ini. Ketika meluaskan masjid, ia mengadakan perluasan di sisi lain dan tidak mengusik kuburan beliau. Ia berkata: "Tidak ada alasan untuk berbuat seperti itu." Umar memberi peringatan agar tidak merobohkan masjid, lalu memasukkan kuburan beliau ke dalam masjid.
Karena tidak ingin bertentangan dengan hadits dan kebiasaan khulafa' urrasyidin, maka orang-orang Islam sesudah itu sangat berhati-hati dalam meluaskan masjid Nabawi. Mereka mengurangi kontroversi sebisa mungkin. Dalam hal ini An-Nawawi menjelaskan di dalam Syarh Muslim: "Ketika para sahabat yang masih hidup dan tabi'in merasa perlu untuk meluaskan masjid Nabawi karena banyaknya jumlah kaum muslimin, maka perkuasan masjid itu mencapai rumah Ummahatul-Mukminin, termasuk bilik 'Aisyah, tempat dikuburkannya Rasulullah dan juga kuburan dua sahabat beliau, Abubakar dan Umar. Mereka membuat dinding pemisah yang tinggi disekeliling kuburan, bentuknya melingkar. Sehingga kuburan tidak langsung nampak sebagai bagian dari masjid. Dan orang-orangpun tidak shalat ke arah kuburan itu, sehingga merekapun tidak terseret pada hal-hal yang dilarang.
Ibnu Taimiah dan Ibnu Rajab yang menukil dari Al-Qurthuby, menjelaskan: "Ketika bilik beliau masuk ke dalam masjid, maka pintunya di kunci, lalu disekelilingnya dibangun pagar tembok yang tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar rumah beliau tidak dipergunakan untuk acara-acara peringatan dan kuburan beliau dijadikan patung sesembahan."
Dapat kami katakan: Memang sangat disayangkan bangunan tersebut sudah didirikan sejak berabad-abad di atas kuburan Nabi saw. Disana ada kubah menjulang tinggi berwarna hijau, kuburan beliau dikelilingi jendela-jendela yang terbuat dari bahan tembaga, berbagai hiasan dan tabir. Padahal semua itu tidak diridhai oleh orang yang dikuburkan disitu, yaitu Rasulullah saw. Bahkan ketika kami berkunjung kesana, kami lihat disamping tembok sebelah uatara terdapat mihrab kecil. Ini merupakan isyarat bahwa tempat itu dikhususkan untuk shalat dibelakang kuburan . Kami benar-benar heran. Bagaimana bisa terjadi paganisme yang sangat mencolok ini dibiarkan begitu saja oleh suatu negara yang mengagung-agungkan masalah tauhid ? Namun begitu kami mengakui secara jujur, selama disana kami tidak meliahat seorangpun mendirikan shalat didalam mihrab itu. Para penjaga yang sudah ditugaskan disana mengawasi secara ketat agar mencegah manusia yang datang kesana dan melakukan suatu yang bertentangan dengan syariat disekitar kuburan Nabi saw. Ini merupakan suatu yang perlu disyukuri atas sikap pemerintah Saudi. Tetapi ini belum cukup dan tidak memberikan jalan keluar yang tuntas. Tentang hal ini sudah lama kami katakan di dalam buku Ahkamul Jana'iz wa Bida'uha: "Seharusnya masjid Nabawi dikembalikan ke jamannya semula, yaitu dengan membuat tabir pemisah antara kuburan dengan masjid, berupa tembok yang membentang dari uatara ke selatan. Sehingga setiap orang yang masuk ke masjid tidak dikejar oleh macam-macam pertentangan yang tidak diridhai pendirinya. Kami merasa yakin, ini merupakan kewajiban pemerintah Saudi, kalau ia masih ingin menjaga tauhid yang benar. Andaikata ada rencana perluasan kembali, maka bisa melebar kesebelah barat atau sisi lainnya. Tapi ketika diadakan perbaikan lagi, ternyata masjid Nabawi tidak dikembalikan ke bentuknya yang pertama pada jaman sahabat."
________________________________________
Diambil dari buku Peringatan ! Menggunakan Kuburan Sebagai Masjid Bab. IV/Hal. 50-83
Read More ..

Selasa, 16 Maret 2010

Hukum Percaya Pada Ramalan Dalam Islam

1. Shalatnya Tidak Diterima 40 Hari
Disebutkan bahwa shalatnya tidak diterima sebanyak empat puluh hari. Nauzu billahi min zalik. Rasulullah saw bersabda:
Siapa yang mendatangi arraf lalu ia menanyakan
sesuatu dan membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari.

2. Kufur kepada Agama Islam
Barangsiapa mendatangi Kahin , lalu membenarkan apa yang diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. {HR Abu Daud, at-Tirmidz Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi}

Sebab, di antara yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah bahwa hal-hal yang gaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah.

Allah berfirman:
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib tak ada yang mengetahuinya selain Dia sendiri. Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya. {QS Jin: 26 -
27}

Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tidak mengetahui
hal-hal ghaib kecuali yang diberitahukan Allah kepadanya melalui wahyu,
karenanya Allah berfirman kepadanya:
Katakanlah, Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan
bagi diriku dan tidak menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki
Allah, dan sekiranya aku men getahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.

Begitu juga jin, yang oleh para tukang sihir dan dukun dimintai pertolongan, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui hal-hal gaib. Al-Quran menceritakan bahwa jin-jin Nabi Sulaiman
alaihis-salam tidak mengetahui kematian beliau.

Maka tatkala ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka men getahui yang ghaib, tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.

Karena itu, membenarkan para dukun dan peramal yang mengaku mengetahui hal yang gaib- adalah pengingkaran terhadap
ayat-ayat yang telah diturunkan Allah.

Jika mendatangi dan membenarkan mereka demikian
buruk kedudukannya dalam agama, maka bagaimana dengan para dukun dan peramalnya sendiri? Mereka telah melepaskan diri dan agama dan agama berlepas diri dan mereka, sebagaimana dalam hadits:
Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan
tathayyur atau minta di-tathayyur, atau menjadi dukun atau minta dibuatkan
perdukunan untuknya, atau menyihir atau minta disihirkan untuknya.

Na 'udzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang percaya pada ramalan. Amin
Read More ..

Sabtu, 13 Maret 2010

Renungan - Detik-Detik Menjelang Kematian

Berikut ini merupakan sebuah kisah yang mungkin bisa menjadi renungan tentang kematian bagi kita.

Detik-Detik Menjelang Kematian
Seperti biasa saya sehabis pulang kantor tiba di rumah langsung duduk bersantai sambil melepas penat. Sepertinya saya sangat enggan untuk membersihkan diri dan langsung shalat.

Sementara anak-anak dan istri sedang berkumpul di ruang tengah. Dalam kelelahan tadi, saya disegarkan dengan adanya angin dingin sepoi-sepoi yang menghembus tepat di muka saya.

Selang beberapa lama seorang yang tak tampak mukanya berjubah putih dengan tongkat ditangannya tiba-tiba sudah berdiri di depanku.

Saya sangat kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba itu. Sebelum sempat bertanya siapa dia, tiba-tiba saya merasa dada saya sesak, sulit untuk bernafas.

Namun saya berusaha untuk tetap menghirup udara sebisanya.

Yang saya rasakan waktu itu ada sesuatu yang berjalan pelan-pelan dari dadaku, terus berjalan ke kerongkonganku. Sakittttttttt .........sakit..... rasanya. Keluar airmataku menahan rasa sakitnya,... Oh Tuhan ! ada apa dengan diriku.....

Dalam kondisi yang masih sulit bernafas tadi, benda tadi terus memaksa untuk keluar dari tubuhku...

Kkhh........ khhhh.... .. kerongkonganku berbunyi. Sakit rasanya, amat teramat sakit..

Seolah tak mampu aku menahan benda tadi... Badanku gemetar... peluh keringat mengucur deras. Mataku terbelalak. Air mataku seolah tak berhenti.

Tangan dan kakiku kejang-kejang sedetik setelah benda itu meninggalkan aku. Aku melihat benda tadi dibawa oleh orang misterius itu... pergi... berlalu begitu saja.... hilang dari pandangan.

Namun setelah itu, aku merasa aku jauh lebih ringan, sehat, segar, cerah... tidak seperti biasanya.

Aku heran, istri dan anak-anak ku yang sedari tadi ada diruang tengah, tiba-tiba terkejut berhamburan ke arahku. Di situ aku melihat ada seseorang yang terbujur kaku ada tepat di bawah sofa yang kududuki tadi. Badannya dingin kulitnya membiru. Siapa dia???????... Mengapa anak-anak dan istriku memeluknya?? Sambil menangis... mereka menjerit... histeris... terlebih istriku seolah tak mau melepaskan orang yang terbujur tadi...

Siapa dia.........?????

Betapa terkejutnya aku ketika wajahnya dibalikkan.... dia........ dia....... dia mirip dengan aku.... Ada apa ini Tuhan...????

Aku mencoba menarik tangan istriku tapi tak mampu.... Aku mencoba merangkul anak-anak ku tapi tak bisa. Aku coba jelaskan kalau itu bukan aku.

Aku coba jelaskan kalau aku ada di sini.. Aku mulai berteriak... ..tapi mereka seolah tak mendengarkan aku seolah mereka tak melihatku...

Dan mereka terus-menerus menangis.... Aku sadar.. Aku sadar bahwa orang misterius tadi telah membawa rohku. Aku telah mati... Aku telah mati.

Aku telah meninggalkan mereka. Tak kuasa aku menangis.... berteriak....

Aku tak kuat melihat mereka menangisi mayatku. Aku sangat sedih.. Selama hidupku belum banyak yang kulakukan untuk membahagiakan mereka. Belum banyak yang bisa kulakukan untuk membimbing mereka.

Tapi waktuku telah habis. Masaku telah terlewati. Aku sudah tutup usia pada saat aku
terduduk di sofa setelah lelah seharian bekerja.

Sungguh bila aku tahu aku akan mati, aku akan membagi waktu kapan harus bekerja, beribadah, untuk keluarga, dan lain-lain.

Aku menyesal aku terlambat menyadarinya. Aku mati dalam keadaan belum ibadah.

Semoga kisah di atas dapat menjadi renungan dan hikmah untuk kita bahwa kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah swt. Untuk itu marilah kita mempersiapkan diri kita agar kita dapat dipanggil oleh Sang Khalik dalam keadaan Khusnul Khatimah dan dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Amin.
Read More ..

Senin, 08 Maret 2010

Kufur Besar

Kufur besar menjadikan orang yang bersangkutan keluar dari Islam. Kufur besar yaitu kufur dalam i'tiqad (kepercayaan). Macam-macam kufur ini ada banyak. Di antaranya:
Kufur dengan cara mendustakan:

Yaitu dengan mendustakan (tidak mempercayai) Al-Qur'an atau hadits, atau dengan mendustakan sebagian yang ada pada keduanya. Hal itu berdasarkan firman Allah,

"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang haq tatkala yang haq itu datang kepadanya? Bukankah dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?" (Al-Ankabuut: 68)

"Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan kufur (ingkar) terhadap sebagian yang lain?" (Al-Baqarah: 85)

Kufur karena enggan dan takabur, padahal sebenarnya ia percaya:

Yaitu tiadanya ketundukan pada kebenaran meskipun ia mengakui adanya kebenaran tersebut. Hal itu seperti kufurnya Iblis. Dalilnya adalah firman Allah,

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam'. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Al-Baqarah: 34)

Kufur dengan cara ragu-ragu terhadap adanya hari Kiamat, masalah- masalah ghaib atau mengingkari dan tidak mempercayainya:

Allah berfirman,
"Dan Aku tidak mengira hari Kiamat itu akan datang, dan seki-ranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya, 'Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sem-purna?" (A1-Kahfi: 36-37)

Kufur dengan cara berpaling:

Yaitu berpaling dari ajaran Islam serta tidak mempercayainya. Dalilnya adalah firman Allah,
"Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka". (Al-Ahqaaf: 3)

Kufur dengan cara nifaq:

Yaitu menampakkan kepercayaan terhadap Islam dengan lisan, tetapi tidak mengakuinya dalam hati serta menyelisihinya dalam amal perbuatan. Hal ini berdasarkan firman Allah,

"Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti". (Al-Munaafiquun: 3)

"Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah: 8)

Kufur dengan cara menentang:

Yaitu orang yang mengingkari sesuatu dari agama yang diketahui secara umum. Seperti rukun Islam atau rukun iman. Sebagaimana orang yang meninggalkan shalat karena mempercayai bahwa shalat itu tidak wajib. Maka orang tersebut adalah kafir dan murtad dari agama Islam.

Demikian pula halnya dengan seorang hakim (penguasa) yang menentang hukum Allah. Berdasarkan firman Allah,

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang Kafir." (Al-Maa'idah: 44)

Ibnu Abbas berkata, "Barangsiapa menentang apa yang diturunkan oleh Allah maka dia adalah kafir."
KUFUR KECIL DAN MACAMNYA
Kufur kecil ialah kufur yang tidak menyebabkan orang yang bersangkutan keluar dari Islam. Di antara contohnya yaitu:
Kufur nikmat:

Hal ini berdasarkan firman Allah ketika menyeru orang-orang mukmin dari kaum Nabi Musa Alaihissalam:
"Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguh-nya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu) maka sesung-guhnya adzabKu sangat pedih'." (Ibrahim: 7)

Kufur amal:

Yaitu setiap perbuatan maksiat yang oleh syara' dikategorikan perbuatan kufur, tetapi orang yang bersangkutan masih tetap berpredikat sebagai seorang mukmin. Seperti sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam,

"Mencaci-maki orang Islam adalah (perbuatan) fasik sedang memeranginya adalah (perbuatan) Kufur." (HR. Al-Bukhari)

"Tidaklah berzina seorang pezina, sedang ia dalam keadaan beriman. Dan tidaklah minum khamar, sedang ia dalam keadaan beriman." (HR. Muslim)

Perbuatan kufur semacam ini tidak menjadikan orang yang melakukannya keluar dari agama Islam (murtad), tetapi ia termasuk dosa besar.

Orang yang memutuskan hukum dengan selain yang diturunkan oleh Allah, sedangkan ia mengakui adanya hukum Allah.

Ibnu Abbas berkata, "Barangsiapa melakukan hal tersebut maka dia adalah orang zhalim dan fasik." Pendapat ini pula yang dipilih Ibnu Jarir. Sedangkan Atha' berkata, "Ia adalah kufur di bawah kufur (tidak menyebabkannya keluar dari Islam)".
Read More ..
Edited by EXz
Visit Original Post Islamic2 Template